skip to main |
skip to sidebar
Jatuh Bangun Seorang Wanita Pecandu "Saya Yakin, Setiap Pecandu Bisa Berhenti!"
Agak berat untuk mengingat masa lalu yang saya alami. Sedikit takut memang. Entah kenapa, ketika ingin bercerita saya harus berpikir keras. Sebagai seorang wanita, banyak yang telah saya alami dalam hidup ini, hidup yang tergolong kacau dan bandel. Khususnya tentang masalah narkoba. Dikerjain teman hingga mabuk sampai "ditiduri", kabur dari rumah, berpacaran dengan bandar narkoba, sakaw di tempat kerja, dan berbagai hal nista lainnya. Karena narkoba itulah, hidup seperti angin berputar yang tidak tentu arah.
Itulah kisah ringkas Mona (bukan nama sebenarnya, Red.). Iapun tidak begitu setuju bila semua yang terjadi padanya dikatakan sebagai buntut dari perpisahan orang tua sejak ia menginjak sekolah dasar. Bersama dengan lima orang kakak laki-lakinya, Mona memilih tinggal bersama sang ibu. Perceraian itu, diakui Mona, berakibat pada hilangnya perhatian untuknya dan saudaranya yang lain. Hingga, dua orang saudara laki-lakinya juga terjebak dalam lembah hitam narkoba.
Kehidupan bandel Mona, dimulai ketika ia menginjak bangku SMP. Akibat dari pergaulan yang terlalu bebas, ia memulai kebiasaan merokok. Sejalan dengan itu, Mona akhirnya mulai mengenal dan mencoba ganja. "Minuman juga pernah coba, tapi gak terlalu sering," tuturnya.
Perkenalan dengan ganja terjadi tanpa disengaja. Saat itu, kakak laki-lakinya sering membawa teman untuk menginap. Di rumahnya yang terbilang besar dan sepi, sang kakaknya sering menggelar pesta mabuk bersama teman-temannya. Akibat sering melihat kejadian itu, Mona jadi sangat mengenal seluk beluk orang mabuk. Buruknya, iapun jadi semakin ingin mencoba.
Pada suatu waktu ia bermain di kamar kakaknya. Di bawah kasur, ia menemukan daun ganja baik yang sudah dilinting ataupun yang masih dibungkus koran atau plastik. Jumlahnya lumayan banyak. Mona pun jadi berkesimpulan bahwa kakaknya dan teman-teman yang sering dibawanya tidak saja seorang "pemakai", tapi juga seorang bandar.
Sekedar iseng, karena terbiasa merokok, Mona jadi sering mengambil ganja yang telah dilinting untuk dihisap. "Awalnya saya mau tahu, bagaimana sih rasanya. Katanya kalau ngisep ganja, matanya merah. Karena itu, sehabis menghisap, saya sering bercermin. Dan ternyata biasa aja. Cuma memang agak sedikit pusing," ungkapnya mengenang.
Dijebak dan Diperkosa
Menginjak SMA, kehidupan bandel yang dilakoni Mona makin menjadi. Pergaulannya makin bebas. Di akhir pekan, ia sering tidak pulang untuk berkumpul dengan teman-temannya. "Saya mulai bandel untuk gak pulang. Cobain nongkrong-nongkrong, hingga masuk ke diskotik," tutur anak bungsu ini. Usia Mona masih 15 tahun saat menginjak kelas satu SMA, namun ia telah mengenal alkohol dan obat-obatan. Tidak sulit bagi Mona untuk mendapatkan 2 jenis barang haram itu untuk dikonsumsi bersama teman-temannya.
Suatu waktu, Mona bertemu dengan teman yang dahulu sering nongkrong bersama. Sebut saja nama temannya itu T. Mona menyebut T itu sebagai "abang-abangan", yaitu sebutan anak nongkrong untuk memanggil teman yang lebih tua. Oleh T, ia dikenalkan dengan seseorang yang dikatakan sebagai pemilik sebuah diskotik di daerah Jakarta Pusat. Bersama T, Mona sering berkunjung ke diskotik yang dimiliki oleh teman T tersebut. "Ketika main ke diskotik itu, sayapun sering ditraktir makan dan minum. Terkadang dikasih ongkos buat pulang," jelasnya.
Suatu hari, ketika sedang berkunjung ke diskotik teman T tersebut, Mona mabuk berat. Ketika ingin pulang, ia pun dicegah oleh T. Saat itu Mona ditawari agar tidak usah pulang dan dijanjikan untuk disewakan sebuah kamar hotel. "Biasanya, sehabis ke diskotik itu saya langsung pulang ke rumah. Namun, kalau tidak pulang saya juga langsung ke tempat teman dan nongkrong lagi di sana sampai pagi," ucap Mona.
Ketika ditawarkan kamar hotel tersebut, iapun sempat berpikir macam-macam. Namun, karena ia percaya kepada T, pikiran itu tidak digubrisnya. (BNN.com/SADAR BNN Juli 2006 / Adi KSG IV)
0 komentar:
Posting Komentar