Demo Karena Tidak Diterima Masuk SMP Negeri
Buntut pengumuman penerimaan siswa baru (PSB) di SMP Negeri 2 Cibitung, diwarnai demo ratusan orangtua calon siswa, yang tidak diterima di sekolah tersebut.
Warga dengan emosi memaki-maki kepala sekolah yang letaknya di Perumahan Gramapuri, Desa Wanasari, Kecamatan Cibitung. “Ini namanya tidak adil, kenapa anak yang rumah dekat sini tidak bisa diterima,” kata Ujang, salah seorang warga, sambil menunjuk-nunjuk Sumardi, Kepala SMP Negeri 2 Cibitung.
Warga lainnya menyebutkan sejak dua tahun lalu, pihak sekolah sudah komitmen akan menampung warga sekitar dengan porsi 20 persen dari jumlah siswa yang diterima. “Tetapi nyatanya gimana? Di sini hanya dua orang saja yang diterima,” tutur warga RW 08, yang lokasinya dengan sekolah. Aksi itu juga memicu warga lainnya dengan berteriak-teriak dan menggelar poster, malah ada yang mencoba mencabut papan nama sekolah.
Anggota Polsek dan Koramil Cibitung, mencoba menenangkan warga, namun karena jumlahnya banyak, akhirnya pihak komite sekolah menjembatani dialog antara orang tua dengan kepala sekolah.
Sementara itu kepala SMP 2 Cibitung, Sumardi mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena ketentuan yang ada di SMP 2 hanya menampung 5 kelas atau sekitar 240 siswa, sedangkan yang mendaftar ada 505 siswa.
Sedangkan H Subaryanto, Ketua Komite SMP 2 Cibitung mengatakan pihaknya terpaksa mengusulkan 26 siswa warga sekitar bisa diterima disekolah tersebut.
PONAKAN WALIKOTA GAGAL
Paska pengumuman hasil tes masuk SMPN dan SMAN masih menyisakan masalah. Di antaranya, banyaknya memo ke kepala sekolah dari sejumlah pejabat maupun anggota DPRD.
"Banyak yang laporan. Saa serahkan ke kepala sekolah saja," kata Walikota Bekasi, A. Zurfaih kemarin. Disebutkan, memo tersebut menumpuk di sekolah-sekolah negeri dengan harapan anak dimaksud diterima di sekolah negeri. Memo tersebut berasal dari pejabat, anggota DPRD, tokoh dan orang yang mengaku wartawan.
"Tapi kan aturan sudah ada," katanya. Walikota bahkan menyebut menerima laporan dari Kepala SMAN-1 karena anaknya tidak lolos di sekolah yang dipimpinnya. Termasuk, katanya, keponakan walikota juga
tidak diterima. "Anak kepala sekolah saja tidak diterima. Bagaimana artinya silakan," katanya.
JANGAN SENGSARAKAN MURID
Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) tingkat SMP dan SMA di Kota Bogor saat ini masih dalam pembahasan antara anggota DPRD di Komisi D dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor. Sehingga pihak sekolah jangan semena-mena menetapkan DSP yang dapat menyengsarakan orangtua murid.
“Jika ada sekolah yang telah menetapkan DSP dengan jumlah besar, maka orang tua siswa diminta melaporkannya kepada DPRD Komisi D Kota Bogor,” ungkap Sekretaris Komisi D dari Fraksi PKS, Najamudin kemarin, di ruang kerjanya.
Menurut Najamudin, jika ada yang sudah menetapkan besarannya, berarti sekolah tersebut melakukan pelanggaran dan dijamin pasti akan kena sanksi. “Tetapi yang pasti besaran DSP SMP dan SMA di atas tingkat SD, yaitu sekitar 3 juta rupiah,” ujarnya.
40 PERSEN TAK SEKOLAH
Sedangkan di Kabupaten Bogor, DSP tingkat SMP ditetapkan antara Rp 1,5 juta-Rp 2,5 juta, sedangkan SMA berkisar Rp 3 juta. “Jika sekolah menetap angka di atas tanggal ditetapkan Pemkab Bogor dan DPRD Kabupaten Bogor, maka sekolah tersebut akan dikenakan sanki,” ujar Roni Kusmaya, Humas Disdik Kabuapten Bogor.
Mahalnya biaya pendidikan sekolah ini membuat sekitar 40 persen anak usia sekolah tingkat SMP di Kabupaten Bogor tidak mengenyam bangku pendidikan. Penyebab utama tidak bisanya orangtua mereka
PENGUMUMAN GRATIS
Sementara itu, Bupati Karawang Drs. H. Dadang S Muchtar, mengintruksikan kepada Kepala Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) Disdik di setiap kecamatan supaya memerintahkan kepala sekolah SD/MI, SMP/MTs, memasang papan pengumuman di sekolahnya, bahwa di sekolahnya gratis tidak ada pungutan penerimaan siswa baru (PSB) atau pungutan dana sumbangan pendidikan (DSP)
Sedangkan kepada para kepala sekolah SMA/MA maupun SMK, harus memasang papan pengumuman yang berisi besaran (jumlah) DSP dan iuran bulanan yang harus dibayarkan orangtua calon murid. Bila tidak mematuhi perintah tersebut, kepala sekolah yang bersangkutan akan ditindak tegas. (Poskota Online)
Warga lainnya menyebutkan sejak dua tahun lalu, pihak sekolah sudah komitmen akan menampung warga sekitar dengan porsi 20 persen dari jumlah siswa yang diterima. “Tetapi nyatanya gimana? Di sini hanya dua orang saja yang diterima,” tutur warga RW 08, yang lokasinya dengan sekolah. Aksi itu juga memicu warga lainnya dengan berteriak-teriak dan menggelar poster, malah ada yang mencoba mencabut papan nama sekolah.
Anggota Polsek dan Koramil Cibitung, mencoba menenangkan warga, namun karena jumlahnya banyak, akhirnya pihak komite sekolah menjembatani dialog antara orang tua dengan kepala sekolah.
Sementara itu kepala SMP 2 Cibitung, Sumardi mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena ketentuan yang ada di SMP 2 hanya menampung 5 kelas atau sekitar 240 siswa, sedangkan yang mendaftar ada 505 siswa.
Sedangkan H Subaryanto, Ketua Komite SMP 2 Cibitung mengatakan pihaknya terpaksa mengusulkan 26 siswa warga sekitar bisa diterima disekolah tersebut.
PONAKAN WALIKOTA GAGAL
Paska pengumuman hasil tes masuk SMPN dan SMAN masih menyisakan masalah. Di antaranya, banyaknya memo ke kepala sekolah dari sejumlah pejabat maupun anggota DPRD.
"Banyak yang laporan. Saa serahkan ke kepala sekolah saja," kata Walikota Bekasi, A. Zurfaih kemarin. Disebutkan, memo tersebut menumpuk di sekolah-sekolah negeri dengan harapan anak dimaksud diterima di sekolah negeri. Memo tersebut berasal dari pejabat, anggota DPRD, tokoh dan orang yang mengaku wartawan.
"Tapi kan aturan sudah ada," katanya. Walikota bahkan menyebut menerima laporan dari Kepala SMAN-1 karena anaknya tidak lolos di sekolah yang dipimpinnya. Termasuk, katanya, keponakan walikota juga
tidak diterima. "Anak kepala sekolah saja tidak diterima. Bagaimana artinya silakan," katanya.
JANGAN SENGSARAKAN MURID
Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) tingkat SMP dan SMA di Kota Bogor saat ini masih dalam pembahasan antara anggota DPRD di Komisi D dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor. Sehingga pihak sekolah jangan semena-mena menetapkan DSP yang dapat menyengsarakan orangtua murid.
“Jika ada sekolah yang telah menetapkan DSP dengan jumlah besar, maka orang tua siswa diminta melaporkannya kepada DPRD Komisi D Kota Bogor,” ungkap Sekretaris Komisi D dari Fraksi PKS, Najamudin kemarin, di ruang kerjanya.
Menurut Najamudin, jika ada yang sudah menetapkan besarannya, berarti sekolah tersebut melakukan pelanggaran dan dijamin pasti akan kena sanksi. “Tetapi yang pasti besaran DSP SMP dan SMA di atas tingkat SD, yaitu sekitar 3 juta rupiah,” ujarnya.
40 PERSEN TAK SEKOLAH
Sedangkan di Kabupaten Bogor, DSP tingkat SMP ditetapkan antara Rp 1,5 juta-Rp 2,5 juta, sedangkan SMA berkisar Rp 3 juta. “Jika sekolah menetap angka di atas tanggal ditetapkan Pemkab Bogor dan DPRD Kabupaten Bogor, maka sekolah tersebut akan dikenakan sanki,” ujar Roni Kusmaya, Humas Disdik Kabuapten Bogor.
Mahalnya biaya pendidikan sekolah ini membuat sekitar 40 persen anak usia sekolah tingkat SMP di Kabupaten Bogor tidak mengenyam bangku pendidikan. Penyebab utama tidak bisanya orangtua mereka
PENGUMUMAN GRATIS
Sementara itu, Bupati Karawang Drs. H. Dadang S Muchtar, mengintruksikan kepada Kepala Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) Disdik di setiap kecamatan supaya memerintahkan kepala sekolah SD/MI, SMP/MTs, memasang papan pengumuman di sekolahnya, bahwa di sekolahnya gratis tidak ada pungutan penerimaan siswa baru (PSB) atau pungutan dana sumbangan pendidikan (DSP)
Sedangkan kepada para kepala sekolah SMA/MA maupun SMK, harus memasang papan pengumuman yang berisi besaran (jumlah) DSP dan iuran bulanan yang harus dibayarkan orangtua calon murid. Bila tidak mematuhi perintah tersebut, kepala sekolah yang bersangkutan akan ditindak tegas. (Poskota Online)
0 komentar:
Posting Komentar