07 Juli 2007

UN Bocor Di SMK Al Muhajirin

Dinas pendidikan Kota Bekasi memanggil semua fihak terkait dugaan kebocoran soal Ujian Nasional (UN). Mereka yang dipanggil pengelola sekolah dan guru yang terlibat. Namun, tim pengawas belum membeberkan hasil pertemuan tersebut.


"Belum. Sabar saja, nanti setelah final baru kita beri tahu," kata Affandi, Pengawas pada Dikmen Diknas Kota Bekasi.

Namun, dia mengakui jika baru saja semua pihak terkait dugaan kebocoran soal UN SMK dipanggil. Pertemuan itu juga dihadiri dua guru yang terlibat, CR (mantan guru di SMK Al-Muhajirin) dan B (guru di SMK Karya Guna). Namun, kepala SMK Al-Muhajirin, Irwan Jaya, tidak hadir dan hanya diwakili stafnya, Bambang.

Kepala SMK Karya Guna I, Slamet Ahmad, dan Kepala SMK Karya Guna II, Jumanto, sama-sama mengakui jika pertemuan belum selesai dan masih akan dilanjutkan pertemuan lagi. Hasil pertemuan kemarin disebutkan masih menggali informasi terkait dugaan kebocoran tersebut.
Menyinggung tudingan CR bahwa soal diperoleh dari guru B, Jumanto mengatakan jika stafnya (B) tersebut membantah telah bertemu dengan CR selama masa dimaksud. B juga disebutkan membantah telah memberikan kuci jawaban ke CR.

Diberitakan sebelumnya, penyebab 108 siswa Al-Muhajirin, Bekasi, tidak lulus UN gara-gara siswa menerima bocoran kunci jawaban UN yang salah. Ini diketahui setelah siswa melaporkan guru pemberi kunci jawaban soal ke pihak sekolah.

Walikota Bekasi, H. Akhmad Zurfaih, mengaku prihatin dengan kejadian ini. Jika benar, upaya guru tersebut sangat tidak mendidik hanya demi menaikkan jumlah kelulusan tetapi menggunakan cara yang curang.

JANGAN MAIN PUNGUT
Pelaksana Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Serang H Alam Darussalam mengingatkan komite sekolah agar tak semaunya memungut DSP (dana sumbangan pendidikan). Mereka harus mengacu SK Bupati yang telah menetapkan DSP dibawah Rp 1,5 juta. "Komite sekolah harus memperhatikan kemampuan orang tua siswa," kata Alam, kepada Pos Kota, .

Sebelumnya, Alam menerima laporan bahwa sekolah mulai jor-joran menerapkan DSP, menjelang penerimaaan siswa baru. Tak hanya di SD dan SMP tapi juga di SMA. Menurut Alam, DSP itu dikenakan hingga Rp 5 juta s/d Rp 6 juta. "Itu jelas jauh dari ketentuan yang tertuang dalam SK bupati, karenanya penetapan DSP harus dikoreksi," sebutnya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Un bonjour depuis la suisse.
Amitié Désirée